jump to navigation

My Trip Pulau Samosir lake toba-sumut June 28, 2010

Posted by ratna assyura in Uncategorized.
trackback

My Trip to Pulau Samosir (Lake Toba) – Sumatra Utara.

1. Museum Huta Bolon Simanindo (Museum kampong  Tua Batak)

2. Huta Siallagan ( Batu – Kursi persidangan)

Hari itu hari jum’at, dikalenderku  tertunjuk tanggal 27 Mei 2010 waktu Jakarta menunjukkan pukul 04.30 wib, setelah mengerjakan kewajibanku sebagai seorang muslimah menjalankan shalat subuh, berjalan melangkahkan kaki untuk menuju bandara soekarno hatta, tujuanku adalah pulau Samosir – Danau Toba di Sumatra utara dan daerah sekitarnya, waktu menunjukkan pukul 09.00 wib pagi, tibalah aku di kota Medan, disinilah aku memulai petualanganku, dijemput dengan mobil dari bandara airport polonia Medan, kami menyusuri lintas  selatan Sumatra, 6 jam dari medan untuk bisa sampai ke pulau samosir, melewati sai rampah, deli serdang, pantai berdagai, sampai parapat, tak terlalu banyak hal yang bisa dilihat dan keunikan dari daerah masing-masing yang di lewati karena melulu hanya terhampar kebun kelapa sawit & kebun karet milik pemerintah PTPN dan beberapa perusahaan kelapa sawit milik swasta lainnya, hanya mampir sebentar di tebing tinggi untuk beristirahat sejenak dan menikmati makan siang masakan india- roti cane,dan melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampailah di daerah parapat, disana sudah tersedia kapal feri untuk menuju pulau samosir dengan membayar hanya Rp. 7.500,- terbilang murah,dan menurut informasi penduduk disana, feri ini tersedia setiap 1 jam sekali, dan aku memilih feri yg biasa, karena aku tidak membawa serta mobil, karena lebih baik mobil di titipkan di parapat kebetulan kita punya kenalan kakak yang mempunyai tempat penitipan mobil disana, selama  kurang lebih 30 menit kami menyebrang dari parapat sambil menikmati pemandangan danau toba yang indah dan romantic ketika senja datang, tibalah kami di tuk-tuk, daerah ini adalah dataran yang menjorok ke danau toba sehingga menyerupai semenanjung, tuk-tuk ini memang pusat pariwisata pulau samosir, panorama danau toba yang sangat indah menjadikan tuk-tuk ini selalu didatangi para turis-turis mancanegara untuk berlibur dan menghabiskan weekend disana, menginap di hotel-hotel atau guess house yang tersedia seperti bagus bay, tabo cottage, samosir villa, carollina inn, Toledo inn dan masih banyak villa, hotel atau guest house lainnya, aku memutuskan menginap di samosir villa karena tempatnya yang sangat nyaman, tenang dan menyenangkan, beristirahat semalam, keesokannya, terbangun oleh kicauan burung, membuka jendela, langsung terhampar indahnya pantai danau toba dipagi hari, sambil menikmati sarapan, sungguh sangat dimanjakan dengan suasana saat itu, karena dijakarta tidak ada pemandangan seperti ini yang tersedia, aku sungguh menikmatinya, setelah menghabiskan sarapan aku melanjutkan perjalanan pertamaku dengan menyewa kendaraan bermotor dengan harga sewa Rp. 35.000,-/batas sampai jam 6 sore waktu setempat, aku menuju Kampung Huta  Bolon Simanindo,jaraknya sekitar 600m dri tomok, sudah mulai akrab di telingaku suara-suara penduduk setempat dengan bahasa batak yang terkenal itu “Horas.. Horas.. horas”… yang artinya selamat datang, selamat  jalan dan selamat tinggal, begitulah sambutannya dari para penduduk setempat ketika aku memasuki kampung Huta Bolon. Dengan membayar Rp. 30.000,- untuk bisa masuk ke kampong Huta Bolon ini. HUTA adalah kampung tradisional orang batak yang dikelilingi oleh benteng dan tanaman pohon bambu untuk menghalangi musuh masuk ke dalam kampung itu. Ada pintu masuk kecil untuk melewati kampong tersebut, Rumah di dalam kampung tersebut berbaris disamping kiri dan kanan dari rumah raja. rumah raja ini lah yang disebut dengan rumah Bolon. Di depan rumah raja didirikan lumbung padi yang diberi nama Sopo. Halaman tengah antara rumah Bolon dan Sopo, dahulu dipergunakan sebagai tempat Mangalahat Horbo, yaitu, untuk acara adat memotong kerbau dan memukul gondang. Di tengah halaman didirikan sebuah tonggak yang dihiasi dengan daun yang melambangkan pohon suci (pohon beringin). Tonggak itu dinamakan Borotan. Kerbau yang digiring akan disembelih di Borotan itu. Memasuki kampung ini aku di manjakan dengan suatu acara atau pertunjukan tarian batak tradisional yang disebut Pesta Adat Mangalahat Horbo.  pertunjukan tarian ini sengaja di buat untuk dipertontonkan kepada pendatang yang kebanyakan turis dari mancanegara maupun turis lokal, pada saat aku datang banyak turis dari belanda yang ada disana, salah-satunya bernama “Ischa” sempat aku berkenalan dan berbicara panjang dengannya kebetulan sekali ischa bisa berbicara bahasa inggris, ischa sepertinya sangat tertarik dengan budaya batak, dan kami sempat menari bersama dan berfoto bersama, sangat menyenangkan bisa berkenalan dengan ischa. Mungkin tak banyak yang mengerti makna dari tarian tersebut, dari informasi yang disediakan berbentuk brosur yang di alih sulih bahasakan dalam beberapa bahasa diantaranya bhs. Indonesia, Bhs. Batak, Bhs. Inggris, dan Bhs. Belanda.

Sedikit bisa aku jelaskan arti dari tarian pesta mangalahat horbo ini ;

– Gondang Lae-lae, ini adalah tarian doa kepada dewata agar kerbau yang akan diikatkan tidak bertingkah yang jelek sewaktu digiring ke borotan. Kepercayaan orang batak jaman dahulu kala, setiap tingkah laku dari kerbau merupakan pertanda sesuatu yang baik atau yang buruk terhadap yang sedang berpesta.

– Gondang Mula-mula, doa kepada mula jadi, tarian ini diperuntukkan untuk dewa pencipta bumi, langit, dan segala isinya agar dia memberikan putra-putri, membawa kekayaan, menjauhkan bala bencana dan menyembuhkan segala penyakit yang mengadakan pesta. Gondang Mula jadi, Doa untuk mengatakan bahwa doa telah dikabulkan oleh Dewata atau Tuhan.

– Gondang Shata Mangaliat, sekumpulan Orang yang berpesta menari dengan mengelilingi tonggak/Borotan penyembelihan kerbau, dimana diikatkan seekor kerbau, Kerbau tersebut disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan kepada yang berpesta dan kepada mereka yang berhak menerima sesuai adat terdahulu yang ditentukan.

– Gondang Marsiolop-olopan, Kemudian orang yang berpesta, saling memberi selamat.

– Gondang Siboru, Tari untuk para pemuda, sambil menari datanglah putri yang masing-masing dengan pengharapan datang untuk melamarnya.

– Gondang Sidoli, tari untuk pemudi, sambil menari datang pemuda untuk mendekati seorang putri yang dicintainya dan yang diinginkan untuk menjadi istri dan sebagai pertanda ia mencintai putri, dia akan memberi sejumlah uang.

– Gondang Pangurason, Roh nenek moyang berpesta datang dan menyusup pada tubuh salah seorang penari dan memberi berkat pada mereka.

– Gondang Habonaran, Dua anak laki-laki melakukan tari perang dan pemenangnya dianggap melambangkan kebenaran dan yang kalah melambangkan sebaliknya.

–  Tari Bersama (Manortor), Semua tamu yang datang tak terkecuali turis mancanegara,begitu juga aku dan ischa, diajak menari bersama dengan tuan rumah yang mengadakan pesta.

– Tortor Tunggal Panaluan, tari ini dilakukan oleh seorang dukun untuk berkomunikasi dengan Dewata Natolu untuk meminta sesuatu seperti meminta hujan, keturunan, atau kesuksesan dalam kehidupan

– Gondang Sigale-gale, Tari boneka yang terbuat dari kayu mirip dengan manusia dimana pada zaman dahulu kala ada seorang raja yang hanya mempunyai seorang anak tunggal. Pada suatu saat anak tersebut jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Raja sangat sedih menerima musibah tersebut sebab anak yang diharapkannya untuk meneruskan cita-citanya (kerajaannya) sudah tiada. Jadi, untuk meringankan penderitaan raja sekaligus untuk mengenang anaknya, maka raja memerintahkan rakyatnya untuk mengukir sebuah patung yang sangat mirip dengan anaknya, dimana kala raja ingin melihat anaknya maka raja akan mengundang rakyatnya untuk membuat pesta Tarian Sigale-gale. Saudara perempuan Sigale-gale akan melepaskan kerinduannya dengan menari bersama Sigale-gale, pada saat boneka tersebut (Gondang Sigale-gale)

dimainkan, ternyata para tamu pesta yang terdiri dari turis-turis mancanegara dan turis local dimintakan menyumbang sejumlah uang berapapun jumlahnya, waktu itu aku sempat merogoh kocekku yang tersedia saja dikantong baju sebanyak Rp. 30.000,-.Setelah pesta mangalahat horbo ini selesai, tidak jauh dari tempat pesta, hanya kira-kira 100 m dari  tersebut, terdapat museum yang bernama museum Huta Bolon yang berisi peninggalan budaya batak, seperti perahu solun bolon, losung, tongkat tunggal panaluan, lak-lak (buku aksara batak dan penanggalan orang batak) kain-kain ulos dan barang-barang perkakas lain yang umurnya sudah ratusan tahun.

Hari ke 2 ; perjalanan menuju huta siallagan, lebih dikenal dalam bahasa inggris dengan nama stonechair huta siallagan, ini adalah lokasi persidangan berikut makam dari generasi raja siallagan yang lebih tua, letaknya agak sedikit jauh karena berada persis di tepi danau toba, ini merupakan makam raja generasi pertama, huta siallagan juga terkenal dengan kota pengrajin, untuk memasuki huta siallagan atau kampong siallagan ini kita akan disambut 2 patung gajah dompak yang mengapit pintu masuk, gajah dompak dipercaya orang batak sebagai dewa yang melindungi suku batak, dikampung tersebut terdapat 2 area persidangan, satu tempat rapat raja siallagan untuk memutuskan perkara satu lagi adalah tempat untuk eksekusi bagi yang melanggat terhukum, batu meja dan kursi untuk tempat menghukum tersebut diperkirakan umurnya berkisar 300-400 tahun.

Kembali ke samosir villa, tetap dengan hidangan pemandangan sepanjang danau toba yang indah, dengan tubuh sedikit menghitam, sun block ternyata tidak berpengaruh banyak karena memang di tuk-tuk pada saat itu cuacanya sangat panas, tapi ini tidak mengurangi segalanya dan pulang dengan membawa rasa bahagia, hilang semua penat, dan Alhamdulillah bisa fresh kembali,

sebelum sampai ke medan kembali aku menyempatkan untuk menikmati makanan khas burung ruak-ruak ternyata memang sangat enak, sampai habis 5 dan tak lupa membeli oleh-oleh untuk teman-teman dikantorku….dan aahh …Memang pulau samosir dengan danau toba dan segala keragamannya sangat menggoda….

——– Horas ….. Horas …. Horas … ———-

Comments»

No comments yet — be the first.

Leave a comment